britazone.blogspot.com - Fenomena yang disebut brand switching telah terjadi di Indonesia. Menurut sumber VIVAnews.com, Riset yang dilakukan Worldpanel Indonesia menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 48 minggu, rata-rata tiap rumah tangga menggunakan 5 merek sampo, 6 merek sabun batang, dan mengonsumsi 5 merek mie instan yang berbeda.
Hal itu bukanlah kabar baik bagi para manufacturer. tentu sebagai produsen berharap agar konsumen tetap menggunakan prodaknya. Bahkan Menurut General manager Worldpanel Indonesia, Lim Soonle, konsumen mengganti brand yang mereka gunakan berkali-kali, hampir pada sebagian besar kategori yang ada.
Ia menjelaskan, hal ini menunjukkan bahwa brand switching merupakan gejala wajar terjadi dalam perilaku konsumen. Walaupun gejala ini tergolong wajar, bukan berarti manufacturer dan retailer harus menyikapinya secara pasif. Langkah-langkah preventif tentu harus dilakukan untuk membuat konsumen lebih terikat pada satu brand.
"Prinsipnya adalah, you can’t stop people leaving your brand – you can only keep attracting them, kita tidak bisa melarang konsumen untuk berpaling ke brand lain, tapi kita hanya bisa membuat mereka tetap tertarik dengan brand kita,"katanya.
Salah satu cara yang paling baik dalam melakukan hal ini adalah dengan membangun brand loyalty pada konsumen. Menyusun strategi dalam membangun brand loyalty pada konsumen tentu akan sangat membantu manufacturer dalam upaya mempertahankan konsumen mereka. Secara umum, terdapat 3 hal yang mampu mempengaruhi brand loyalty yaitu consumer drivers, brand drivers, dan social drivers. Karena itu, strategi dalam upaya membangun brand loyalty tentu harus memperhatikan ketiga hal tersebut.
"Pertama, tentu manufacturer harus memperhatikan alasan pribadi konsumen memilih suatu brand, kemudian melihat dari sudut pandang brand, mengapa sebuah brand banyak dipilih oleh konsumen? Apakah karena reputasi yang sudah tinggi atau karena brand pesaing lainnya sulit ditemukan di pasaran (low availability)," ujarnya.
Faktor terakhir mungkin sudah sangat jelas. Sebagai makhluk sosial, konsumen tentu sangat rentan akan pengaruh peer group ataupun sosial media dalam membentuk loyalitas mereka terhadap suatu merek. Brand yang sering dibicarakan di media atau terlebih jika menjadi “trending topic” di social network seperti Twitter tentu akan mempengaruhi loyalitas konsumen.
Sumber: -VIVAnews
Hal itu bukanlah kabar baik bagi para manufacturer. tentu sebagai produsen berharap agar konsumen tetap menggunakan prodaknya. Bahkan Menurut General manager Worldpanel Indonesia, Lim Soonle, konsumen mengganti brand yang mereka gunakan berkali-kali, hampir pada sebagian besar kategori yang ada.
Ia menjelaskan, hal ini menunjukkan bahwa brand switching merupakan gejala wajar terjadi dalam perilaku konsumen. Walaupun gejala ini tergolong wajar, bukan berarti manufacturer dan retailer harus menyikapinya secara pasif. Langkah-langkah preventif tentu harus dilakukan untuk membuat konsumen lebih terikat pada satu brand.
"Prinsipnya adalah, you can’t stop people leaving your brand – you can only keep attracting them, kita tidak bisa melarang konsumen untuk berpaling ke brand lain, tapi kita hanya bisa membuat mereka tetap tertarik dengan brand kita,"katanya.
Salah satu cara yang paling baik dalam melakukan hal ini adalah dengan membangun brand loyalty pada konsumen. Menyusun strategi dalam membangun brand loyalty pada konsumen tentu akan sangat membantu manufacturer dalam upaya mempertahankan konsumen mereka. Secara umum, terdapat 3 hal yang mampu mempengaruhi brand loyalty yaitu consumer drivers, brand drivers, dan social drivers. Karena itu, strategi dalam upaya membangun brand loyalty tentu harus memperhatikan ketiga hal tersebut.
"Pertama, tentu manufacturer harus memperhatikan alasan pribadi konsumen memilih suatu brand, kemudian melihat dari sudut pandang brand, mengapa sebuah brand banyak dipilih oleh konsumen? Apakah karena reputasi yang sudah tinggi atau karena brand pesaing lainnya sulit ditemukan di pasaran (low availability)," ujarnya.
Faktor terakhir mungkin sudah sangat jelas. Sebagai makhluk sosial, konsumen tentu sangat rentan akan pengaruh peer group ataupun sosial media dalam membentuk loyalitas mereka terhadap suatu merek. Brand yang sering dibicarakan di media atau terlebih jika menjadi “trending topic” di social network seperti Twitter tentu akan mempengaruhi loyalitas konsumen.
Sumber: -VIVAnews

